Krisis Dana Belajar: Membedah Akar Masalah Biaya Pendidikan di Nusantara

Krisis dana belajar kini menjadi isu sentral yang menghantui sistem pendidikan di Indonesia, mendorong kita untuk membedah akar masalah di balik tingginya biaya yang harus ditanggung masyarakat. Meskipun pendidikan adalah investasi jangka panjang untuk kemajuan bangsa, beban finansial yang terus meningkat ini seringkali menjadi penghalang serius bagi jutaan keluarga dalam mengakses pendidikan yang layak dan berkualitas. Memahami akar masalah ini krusial untuk menemukan solusi yang berkelanjutan.

Salah satu akar masalah utama adalah ketidaksesuaian antara alokasi anggaran pemerintah dan kebutuhan riil operasional sekolah. Meskipun persentase anggaran pendidikan dalam APBN terus meningkat, distribusinya ke satuan pendidikan di lapangan seringkali belum mencukupi. Hal ini memaksa sekolah, terutama di jenjang menengah dan tinggi, untuk mencari sumber pendanaan tambahan dari orang tua siswa melalui berbagai pungutan. Pada laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2024, ditemukan adanya disparitas signifikan dalam alokasi dana operasional per siswa antar daerah, yang berkorelasi dengan munculnya “biaya tidak resmi” di berbagai institusi pendidikan.

Selain itu, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana pendidikan juga menjadi sorotan. Banyak orang tua merasa tidak jelas mengenai peruntukan setiap rupiah yang mereka bayarkan. Krisis dana belajar ini diperparah oleh kurangnya pengawasan efektif dari pemerintah daerah dan pusat terhadap praktik pungutan di luar ketentuan. Kepala Ombudsman Republik Indonesia, Bapak Prof. Dr. Haris Santoso, dalam pernyataannya pada 15 Mei 2025, menekankan pentingnya peran aktif masyarakat dalam melaporkan indikasi pungutan liar demi terciptanya sistem yang lebih transparan.

Akar masalah lainnya terletak pada inflasi biaya kebutuhan pendidikan. Harga buku, seragam, transportasi, hingga teknologi pendukung pembelajaran terus meningkat setiap tahunnya. Bagi keluarga dengan pendapatan tetap atau cenderung stagnan, peningkatan ini terasa sangat membebani. Sebuah studi oleh Pusat Studi Ekonomi dan Pembangunan (PSEP) Universitas Gadjah Mada pada Februari 2025 menunjukkan bahwa laju kenaikan biaya pendidikan di Indonesia rata-rata melebihi laju inflasi umum, menciptakan krisis dana belajar yang sistemik.

Untuk mengatasi krisis dana belajar ini, diperlukan pendekatan multisektoral. Pemerintah harus meningkatkan efisiensi dan efektivitas alokasi anggaran, memperketat pengawasan, serta mendorong transparansi pengelolaan dana di sekolah. Sementara itu, masyarakat juga perlu lebih proaktif dalam mengawal kebijakan dan melaporkan penyimpangan. Hanya dengan membedah dan menyelesaikan akar masalah ini secara komprehensif, pendidikan yang adil dan terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia dapat terwujud, sehingga tidak ada lagi anak bangsa yang terpaksa berhenti belajar karena persoalan biaya.